Daerah kecamatan Mantup memiliki beberapa tempat bersejarah dan menarik untuk di kunjungi. Daerah yang dahulu merupakan tempat berkumpul (basis)nya para pejuang pada
masa penjajahan belanda. Pada masa penjajahan Kolonial Belanda, daerah Mantup diperebutkan oleh Belanda. Untuk mempertahankan daerah Mantup maka dibentuklah sebuah gerakan atau pasukan berkuda yang dipimpin oleh P. Jarot. Pasukan tersebut menunggang kuda putih yang disebut dengan " Pasukan Kuda Putih Mayangkara" (saat ini dijadikan sebuah monumen).
Pada saat itu, desa Mantup belum bernama Mantup seperti sekarang ini. Ceritanya, kata Mantup berasal dari kalimat " Amantubbillahi" artinya Percaya Kepada Allah. Itulah Semboyan yang selalu diucapkan oleh pasukan Kuda Mayangkara, mereka semua percaya akan pertolongan Allah, mereka semua percaya akan adanya Allah, mereka yakin bahwa Allah itu maha kuasa, berkat kegigihan dan semangat mereka, mereka berhasil mengusir pasukan Belanda dari wilayah tersebut, makadari itu daerah yang dipertahankan disebut dengan "Desa Mantup".
Namun dilain cerita, dahulu Sunan Giri mengutus muridnya yang bernama Mbah Yai Sido Margi. Untuk menyebarkan agama islam disekitar lokasi yang sekarang bernama Mantup, beliau memperjuangkan agama islam dengan kegigihan dan kesabaran. Beliau yakin akan pertolongan Allah, akan kekuasaan Allah, dan akan adanya Allah, itulah sebuah keyakinan yang selau dipegang dan tentunya tidak lupa untuk mengajarkan hal ini kepada masyarakat. Beliau menuturkan " Amantubbillahi".
Setelah perjuangan yang cukup lama, Mbah Yai Sido Margi wafat dan dimakamkan di sebuah bukit belakang gedung Mayangkara, dan desa itu disebut dengan desa Mantup.
Jika kita hubungkan kedua cerita tersebut, mungkin berkat ajaran Mbah Yai Sido Margi itulah pasukan Kuda Putih Mayangkara mengerti akan kalimat Amantubbillahi, sehingga dapat memompa semangat pasukan tersebut.
Selain itu letak geografis kecamatan Mantup yang masih dalam area pegunungan, banyak menyuguhkan panorama alam yang sangat menghibur. selain terdapat makam Mbah Yai Sidomargi, masih ada sebuah tempat yang berada sebelah makam, disana merupakan tempat pengambilan batu cadas orang jawa menyebutnya p'edel, menurut cerita tempat itu sudah sangat lama menjadi lahan pegunungan yang di ambili batunya oleh pekerja sebagai bahan untuk pembangunan rumah. pengambilan batu terus menerus di lakukan sampai sekarang, hal ini menjadikan gunung yang dahulunya tinggi sekarang terbelah menjadi jurang yang sangat dalam. Dan menyuguhkan panorama yang indah. Seperti halnya tempat2 wisata alam yang lain, disini sering digunakan sebagai lokasi perkemahan dari sekolah-sekolah di sekitar kecamatan mantup, mungkin karena dirasa lokasinya yang strategis dan menyguhkan tantangan tersendiri untuk mendaki pegunungannya.
Lokasinya yang merupakan daerah pegunungan memberikan cadangan air yang melimpah untuk warga sekitarnya. Banyak sekali sumber mata air yang tidak pernah berhenti mengalirkan air. hal ini oleh pemerintah kecamatan Mantup di manfaatkan menjadi tempat wisata pemandian air sumber yaitu Sendang Bulus, dan Tretes. sendang berarti kolam besar dan bulus adalah kura-kura. karena sendang tersebut sudah sangat lama dan dahulu di huni oleh bulus maka orang2 menyebutnya demikian. sedangkan Tretes, dikarenakan air disana terus menerus menetes akhirnya orang2 sekitarnya menyebutnya pemandian Tretes. Di kedua pemandian air sumber tersebut anda tidak perlu kuatir atau malu dilihat orang banyak saat mandi, karena tempat pemandiannya di bagi menjadi dua bagian, yaitu tempat untuk laki-laki dan perempuan. Meskti tempatnya bersebelahan tetapi ada dinding pembatas yang cukup tinggi untuk membatasi antara tempat pemandian laki-laki dan perempuan.
Jadi kalau anda melintas atau pergi ke daerah Mantup jangan lupa untuk mampir ke gedung mayangkara, dan melihat lokasi-lokasi lain disekitarnya. Pasti tidak kalah dengan tempat wisata lainnya.
Potensi Mayangkara Yang Masih Tersimpan
Mayangkara merupakan nama sebuah monumen yang terletak didesa Mantup yang dikelilingi oleh bukit-bukit dan tambang bebatuan yang sekarang dimanfaatkan oleh para warga untuk mencari nafkah. Jenis bebatuan yang terdapat ditambang tersebut merupakan jenis batu yang berwarna kekuning-kuningan yang biasanya disebut oleh warga sekitar yaitu"PEDEL" yang biasanya dimanfaatkan sebagai salah satu bahan pembuatan jalan & untuk meratakan tanah yang akan dibangun sebuah rumah (pembangunan rumah).
Kegiatan setiap hari yang dilakukan para warga adalah mengambil atau menggali bebatuan dan dipotong sesuai dengan ukuran pembeli yang menginginkan. Biasanya para warga hanya menggali bebatuan apabila ada pesanan saja dari warga lain. Namun tidak jarang banyak warga lain yang mencoba mencari keberuntungan dengan mengangkut batu-batu pedel yang digali warga untuk dikirim ke pembeli.
Untuk menempuh kelokasi tersebut harus melalui jalanan yang terjal dan tergolong berbahaya, karena disekitar jalanan tersebut merupakan jurang yang sangat dalam. Jadi para pengemudi mobil yang mengangkut batu pedel harus berhati-hati dan tetap waspada. Walaupun jalanan terjal dan bebahaya, hal itu tidak mensurutkan minat warga untuk mendapatkan uang dari hasil penjualan batu pedel.
Dalam satu hari, biasanya setiap warga dan dibantu dengan kelompoknya masing-masing dapat mengumpulkan sekitar 3-5 muatan truk dalam satu hari dan 1 muatan truk dijual dengan harga Rp. 220.000 s/d Rp. 250.000. Wow lumayan kan hasilnya!!!!!!!
Apabila penjualan batu tersebut lancar, dalam 1 minggu bisa menjual sampai 3-5 kali, dan itu berarti dalam satu bulan menghasilkan uang sebanyak 220.000*3= 660.000 dalam 1 minggu, apabila dalam 1 bulan, berarti Rp. 660.000*4=2.640.000 . Busheeeeet banyak juga ya ternyata hasilnya. Tapi semua itu sebanding dengan kerja keras mereka semua dan resiko yang mereka harus hadapi.
Untuk saat ini, perhatian pemerintah setempat masih sangat kurang. Padahal penghasilan yang didapatkan cukup lumayan besar. Misal, jalan menuju lokasi sangatlah terjal dan berbahaya. Seharusnya, jalan tersebut harus diperbaiki agar para pekerja dapat melakukan aktifitasnya dengan lancar dan harus membuat peraturan bahwa setiap warga yang menggali batu dalam satu minggu diperbolehkan untuk menggali cukup 3kali saja dan disekitar daerah tersebut harus ditanami pepohonan agar keseimbangan alam tetap terjaga.
masa penjajahan belanda. Pada masa penjajahan Kolonial Belanda, daerah Mantup diperebutkan oleh Belanda. Untuk mempertahankan daerah Mantup maka dibentuklah sebuah gerakan atau pasukan berkuda yang dipimpin oleh P. Jarot. Pasukan tersebut menunggang kuda putih yang disebut dengan " Pasukan Kuda Putih Mayangkara" (saat ini dijadikan sebuah monumen).
Pada saat itu, desa Mantup belum bernama Mantup seperti sekarang ini. Ceritanya, kata Mantup berasal dari kalimat " Amantubbillahi" artinya Percaya Kepada Allah. Itulah Semboyan yang selalu diucapkan oleh pasukan Kuda Mayangkara, mereka semua percaya akan pertolongan Allah, mereka semua percaya akan adanya Allah, mereka yakin bahwa Allah itu maha kuasa, berkat kegigihan dan semangat mereka, mereka berhasil mengusir pasukan Belanda dari wilayah tersebut, makadari itu daerah yang dipertahankan disebut dengan "Desa Mantup".
Namun dilain cerita, dahulu Sunan Giri mengutus muridnya yang bernama Mbah Yai Sido Margi. Untuk menyebarkan agama islam disekitar lokasi yang sekarang bernama Mantup, beliau memperjuangkan agama islam dengan kegigihan dan kesabaran. Beliau yakin akan pertolongan Allah, akan kekuasaan Allah, dan akan adanya Allah, itulah sebuah keyakinan yang selau dipegang dan tentunya tidak lupa untuk mengajarkan hal ini kepada masyarakat. Beliau menuturkan " Amantubbillahi".
Setelah perjuangan yang cukup lama, Mbah Yai Sido Margi wafat dan dimakamkan di sebuah bukit belakang gedung Mayangkara, dan desa itu disebut dengan desa Mantup.
Jika kita hubungkan kedua cerita tersebut, mungkin berkat ajaran Mbah Yai Sido Margi itulah pasukan Kuda Putih Mayangkara mengerti akan kalimat Amantubbillahi, sehingga dapat memompa semangat pasukan tersebut.
Selain itu letak geografis kecamatan Mantup yang masih dalam area pegunungan, banyak menyuguhkan panorama alam yang sangat menghibur. selain terdapat makam Mbah Yai Sidomargi, masih ada sebuah tempat yang berada sebelah makam, disana merupakan tempat pengambilan batu cadas orang jawa menyebutnya p'edel, menurut cerita tempat itu sudah sangat lama menjadi lahan pegunungan yang di ambili batunya oleh pekerja sebagai bahan untuk pembangunan rumah. pengambilan batu terus menerus di lakukan sampai sekarang, hal ini menjadikan gunung yang dahulunya tinggi sekarang terbelah menjadi jurang yang sangat dalam. Dan menyuguhkan panorama yang indah. Seperti halnya tempat2 wisata alam yang lain, disini sering digunakan sebagai lokasi perkemahan dari sekolah-sekolah di sekitar kecamatan mantup, mungkin karena dirasa lokasinya yang strategis dan menyguhkan tantangan tersendiri untuk mendaki pegunungannya.
Lokasinya yang merupakan daerah pegunungan memberikan cadangan air yang melimpah untuk warga sekitarnya. Banyak sekali sumber mata air yang tidak pernah berhenti mengalirkan air. hal ini oleh pemerintah kecamatan Mantup di manfaatkan menjadi tempat wisata pemandian air sumber yaitu Sendang Bulus, dan Tretes. sendang berarti kolam besar dan bulus adalah kura-kura. karena sendang tersebut sudah sangat lama dan dahulu di huni oleh bulus maka orang2 menyebutnya demikian. sedangkan Tretes, dikarenakan air disana terus menerus menetes akhirnya orang2 sekitarnya menyebutnya pemandian Tretes. Di kedua pemandian air sumber tersebut anda tidak perlu kuatir atau malu dilihat orang banyak saat mandi, karena tempat pemandiannya di bagi menjadi dua bagian, yaitu tempat untuk laki-laki dan perempuan. Meskti tempatnya bersebelahan tetapi ada dinding pembatas yang cukup tinggi untuk membatasi antara tempat pemandian laki-laki dan perempuan.
Jadi kalau anda melintas atau pergi ke daerah Mantup jangan lupa untuk mampir ke gedung mayangkara, dan melihat lokasi-lokasi lain disekitarnya. Pasti tidak kalah dengan tempat wisata lainnya.
Potensi Mayangkara Yang Masih Tersimpan
Mayangkara merupakan nama sebuah monumen yang terletak didesa Mantup yang dikelilingi oleh bukit-bukit dan tambang bebatuan yang sekarang dimanfaatkan oleh para warga untuk mencari nafkah. Jenis bebatuan yang terdapat ditambang tersebut merupakan jenis batu yang berwarna kekuning-kuningan yang biasanya disebut oleh warga sekitar yaitu"PEDEL" yang biasanya dimanfaatkan sebagai salah satu bahan pembuatan jalan & untuk meratakan tanah yang akan dibangun sebuah rumah (pembangunan rumah).
Kegiatan setiap hari yang dilakukan para warga adalah mengambil atau menggali bebatuan dan dipotong sesuai dengan ukuran pembeli yang menginginkan. Biasanya para warga hanya menggali bebatuan apabila ada pesanan saja dari warga lain. Namun tidak jarang banyak warga lain yang mencoba mencari keberuntungan dengan mengangkut batu-batu pedel yang digali warga untuk dikirim ke pembeli.
Untuk menempuh kelokasi tersebut harus melalui jalanan yang terjal dan tergolong berbahaya, karena disekitar jalanan tersebut merupakan jurang yang sangat dalam. Jadi para pengemudi mobil yang mengangkut batu pedel harus berhati-hati dan tetap waspada. Walaupun jalanan terjal dan bebahaya, hal itu tidak mensurutkan minat warga untuk mendapatkan uang dari hasil penjualan batu pedel.
Dalam satu hari, biasanya setiap warga dan dibantu dengan kelompoknya masing-masing dapat mengumpulkan sekitar 3-5 muatan truk dalam satu hari dan 1 muatan truk dijual dengan harga Rp. 220.000 s/d Rp. 250.000. Wow lumayan kan hasilnya!!!!!!!
Apabila penjualan batu tersebut lancar, dalam 1 minggu bisa menjual sampai 3-5 kali, dan itu berarti dalam satu bulan menghasilkan uang sebanyak 220.000*3= 660.000 dalam 1 minggu, apabila dalam 1 bulan, berarti Rp. 660.000*4=2.640.000 . Busheeeeet banyak juga ya ternyata hasilnya. Tapi semua itu sebanding dengan kerja keras mereka semua dan resiko yang mereka harus hadapi.
Untuk saat ini, perhatian pemerintah setempat masih sangat kurang. Padahal penghasilan yang didapatkan cukup lumayan besar. Misal, jalan menuju lokasi sangatlah terjal dan berbahaya. Seharusnya, jalan tersebut harus diperbaiki agar para pekerja dapat melakukan aktifitasnya dengan lancar dan harus membuat peraturan bahwa setiap warga yang menggali batu dalam satu minggu diperbolehkan untuk menggali cukup 3kali saja dan disekitar daerah tersebut harus ditanami pepohonan agar keseimbangan alam tetap terjaga.
kalo menurut bapak saya, gedung serbaguna mayangkara tu berdirinya bukan pada masa belanda, tapi jauh setelahnya. menurut beliau, dulu gedung itu bukanlah gedung dari beton dan bata melainkan dari kayu. dibangunnya pun atas swadaya masyarakat sekitar. namun karena usia, sebagian kayunya pada lapuk, maka dibongkarlah bangunan tersebut kemudian dibangun ulang dengan beton dan bata sementara kayunya yang berhasil diselamatkan dari lapuk dan penjarahan tangan-tangan tak bertanggungjawab disumbangkan kepada sebuah madrasah di wilayah sekitar.
BalasHapusjadi bangunan yang sekarang itu betul hasil renovasi tapi bukan bangunan jaman belanda. itu kesimpulan saya atas cerita bapak saya.
adapun mengapa lokasi monumen mayangkara ditempatkan di dekat sendang bulus, karena di situlah pak jarot memimpin koordinasi pasukannya sebelum berangkat perang.
satu lagi, dulu sempat gedung mayangkara menjadi gedung bioskop favoritnya masyarakat mantup juga selain jadi pusat kegiatan peringatan tujuh-belasan. baru beberapa tahun ini saja, dengan manajemen yang berbeda, gedung mayangkara jadi gedung serbaguna yang digunakan untuk berbagai keperluan dengan frekuensi yang lumayan. dulunya lebih mirip gedung tua yang tak terawat yang digunakan sesekali saat kecamatan punya hajatan besar sekelas tujuh-belasan.
BalasHapusharapan kami sebagai putra asli mantup, supaya aset sejarah bisa dirawat dan dipergunakan sebaik baiknya.. kami mohon kepada pemerintah daerah khususnya oleh perangkat desa mantup bisa memberikan spirit kepada generasi muda dalam hal ini Karang Taruna kita supaya bisa mengembangkan potensi wisata sejarah dan religi yang ada di desa Mantup, kami mohon dukungan pemerintah desa dan kecamatan..
BalasHapussemoga kedepan aset sejarah yang lainya juga bisa di gali untuk edukasi dan pembelajaran generasi2 penerus kita... amin
Iya dulu waktu kecil pernah diajak guru menonton felm perjuangan di gedung itu bersama SD negeri moronyamplung
BalasHapus