Rabu, 14 Oktober 2009

Kesenian : Tari Boranan

Tari Boranan merupakan kreasi terbaru dari daerah Lamongan. Nama tari tersebut terinspirasi dari makanan tradisional Lamongan yaitu "Nasi Boranan". Boran adalah istilah khas Lamongan yang terbuat dari bambu untuk tempat nasi.

Dalam penampilan Tari Boranan, dibawakan secara berpasangan degan membawa properti bakul ( boran). Tari Boranan pernah mengikuti lomba Tarian Daerah di Jakarta, tepatnya di Taman Mini Indonesia Indah ( TMII ) dalam rangka Hari Pariwisata Nasional. Semua orang terpaku akan kecantikan tarian tersebut, sehingga mendapat juara 1 dan dikirim kenegara Thailand.
Setiap ada kegiatan kesenian, Tari Boranan selalu mengisi acara tersebut. Termasuk juga vestifal HJL ( Hari Jadi Lamongan ) Tari Boranan juga ditampilkan yang dibawakan oleh 440 putri Lamongan bertepatan dengan Hari Jadi Lamongan yang ke- 440 di alun - alun Kota Lamongan. Para penari terlihat begitu lincah, serasi, dan kompak dalam membawakan Tari Boranan.
Para warga terlihat antusias dan datang berbondong untuk memperingati Hari Jadi Lamongan, selain itu mereka juga ingin melihat Kesenian Khas Daerah yang dicintai seperti Tari Boranan Tari Turonggo Solah, dan Tari Mayang Madu.

Menuturkan Sejarah Lamongan Lewat Pawai Budaya

Menuturkan sejarah kota tidak harus dipaparkan lewat cerita lisan atau dengan bacaan. Pawai Budaya dalam perayaan Hari Jadi ke-440 tahun Lamongan menjadi sebuah sarana menuturkan sejarah Kabupaten Lamongan. Langkah ini merupakan bentuk kreasi seni sekaligus mengisahkan cikal bakal Lamongan tempo dulu.
Drama kolosal yang dikemas dalam pawai budaya kali ini mengambil start di depan Pendapa Lokatantra Lamongan, dibuka dengan drama tari yang menceritakan lintasan sejarah Lamongan. Drama tari ini dibawakan 80 mahasiswa asal Lamongan yang menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Surabaya.
Tarian yang mengisahkan sejarah Kabupaten Lamongan terbagai dalam tiga babak utama, yakni era Kerajaan Majapahit, era Kerajaan Demak Bintoro hingga diwisudanya Rangga Hadi sebagai Adipati pertama Lamongan.
Babak pertama mengisahkan era Kerajaan Mjapahit di Lamongan yang ditandai dengan adanya Prasasti Bululuk (sekarang Bluluk). Prasasti itu menegaskan bahwa daerah yang bernama Bululuk adalah bumi mardikan. Di tanah atau bumi perdikan yang masyarakatnya dibebaskan dari tarikan pajak (upeti) oleh Kerajaan Majapahit.
Pada babak kedua beralih pada masa berkembangnya agama Islam di era Kerajaan Pajang hingga Kerajaan Demak Bintoro. Pada era inilah bangsa Portugis datang untuk menjajah Indonesia. Masa itu pecah perang melawan Kerajaan Demak Bintoro. Pada babak ini para penari menggambarkannya dengan Tari Kuntulan yang kental dengan budaya Islam dengan paduan suasana musik hadrah nan rancak.
Drama tari ditutup dengan babak diwisudanya Rangga Hadi, pemuda asal Dusun Cancing (Ngimbang) menjadi Adipati pertama Lamongan dengan dengan gelar Tumenggung Surajaya oleh Sunan Giri IV dari Mapel (Gresik). Pelantikan Rangga Hadi berlangsung pada 10 Dzulhijah atau 26 Mei 1569 Masehi bertepatan dengan Hari Idul Adha tersebut sebagai bagian dari strategi untuk menangkal masuknya Portugis.
Peserta pawai budaya kali ini dari 27 kecamatan di Lamongan dengan menampilkan 34 sajian budaya tersebut. Bupati Lamongan Masfuk dengan Wakil Bupati Tsalits Fahami Zaka serta Ketua DPRD Makin Abbas bersama istri turut ambil bagian memeriahkan pawai. Mereka berpakaian lengkap ala raja Jawa dan permaisuri. Sekretaris Kabupaten Lamongan Fadeli dan pejabat lainnya berpakaian adat khas Jawa Timuran lengkap.
Bupati Lamongan Masfuk sangat mengapresiasi pagelaran pawai budaya yang menampilkan berbagai kesenian yang bersumber dari nilai-nilai budaya lokal. Gelaran budaya seperti itu penting untuk perkembangan budaya lokal seiring dengan tumbuhnya wisata di Lamongan.
Masfuk berharap, budaya lokal yang ditampilkan mampu menarik animo generasi muda agar mampu mempertahankan dan mengembangkan budaya lokal Lamongan. Di masa mendatang saya berharap akan muncul seni-seni baru dari budaya lokal Lamongan, katanya.
Sehari sebelumnya ada tiga prosesi sakral mewarnai puncak peringatan Hari Jadi Lamongan (HJL) ke- 440 Lamongan. Prosesi itu menyangkut pembukaan selubung lambang daerah dan pemasangan Oncer Sesanti Memayu Raharjaning Praja di Gedung DPRD, upacara HJL di alun-alun Kota Lamongan dan Penyemayaman Lambang Daerah di Pendapa Lokatantra.
Di Gedung DPRD Lamongan, Ketua DPRD Lamongan Makin Abbas melakukan prosesi membuka selubung pataka lambang daerah dilanjutkan dengan Oncer Sesanti Memayu Raharjaning Praja lalu diserahkan kepada Bupati Lamongan Masfuk. Selanjutnya, Bupati, Wakil Bupati Tsalits Fahami dan Sekkab Fadeli bersama muspida berjalan kaki mengiringi lambang daerah menuju lapangan upacara alun-alun Kota Lamongan.
Masfuk menginginkan agar momentum peringatan Hari Jadi ke-440 Lamongan bisa memberi makna lebih, tidak hanya sebatas peringatan seremonial semata. Makna lain itu berarti membangkitkan rasa optimisme dan percaya diri dengan terus berusaha mengejawantahkannya dengan kerja keras dan doa. Kerja keras dan doa itulah sesungguhnya cikal bakal daerah ini dibangun, katanya.
Di usia ke-440 tahun Lamongan, beberapa keberhasilan pemerintah bersama masyarakat telah diwujudkan. Di Lamongan, penurunan angka kemiskinan tertinggi di Jawa Timur yakni mencapai 24,25 persen. Pendapatan perkapita masyarakat naik menjadi Rp 5,6 juta pada 2008. Meski demikian, sektor pembangunan infrastruktur seperti jalan poros desa tetap menjadi komitmen pemerintah untuk dituntaskan, paparnya.
Prosesi penyemayaman lambang daerah di Pendapa Lokatantra setempat ditandai dengan pelepasan Oncer Sesanti Memayu Raharjaning Praja dan penutupan selubung lambang daerah oleh Ketua DPRD. Sebelumnya, prosesi di pendapa diisi dengan pembacaan sejarah HJL oleh sesepuh Lamongan, Sudikno. Semangat Hari Jadi ke-440 Lamongan diharapkan menjadi momentum kebangkitan ekonomi dan pencapaian kemajuan Lamongan secara menyeluruh, dan merata. Esensi akhirnya kesejahteraan masyarakat harus tetap dikedepankan. Selamat hari jadi ke-440.
Dengan prosesi hari jadi lamongan yang ke-440 dan dirayakan dengan festival budaya semoga menjadi daya tarik wisata...ini lamongan bung..!!! kota yang bersahabat dan memikat..!!

Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

Lamongan merupakan daerah yang berada pada jalur pantai utara, sehingga  memiliki potensi sumber daya alam berupa hasil laut yang melimpah. Pembudidayaan ikan disini sudah menjadi kegiatan utama warga. Untuk membudidayakan hasil laut tersebut, Pemerintah Kabupaten Lamongan mendirikan sebuah tempat yang dijadikan berlabuh para nelayan. Tempat itu bernama TPI ( Tempat Pelelangan Ikan).
Mayoritas penduduk di Paciran adalah sebagai nelayan, setiap hari mereka pergi kelaut untuk mencari ikan. Kebanyakan mereka adalah nelayan kecil yang setiap hari langsung berlabuh.  kehidupan mereka sangat bergantung akan hasil laut. Untuk menjual ikan-ikan tersebut, para nelayan menjualnya di lokasi yang telah disediakan oleh Pemerintah Kabupaten  tersebut. Dilokasi tersebut banyak sekali ikan - ikan segar hasil para nelayan yang dijual. Jenisnya un sangatlah beragam. Ada ikan layur, kerang, kepiting, rajungan, tongkol, ikan kakap, dan masih banyak lagi.
Di Tempat pelelangan ikan (TPI) tidak hanya sebagai tempat berlabuh para nelayan dan tempat menjual hasil tangkapan mereka. Disana banyak kegiatan lain yang biasanya di lakukan oleh ibu-ibu atau para istri nelayan yang tidak ikut melaut. Diantar kegiatan yang biasa di lakukan oleh ibu-ibu itu yakni memilih atau menyortir ikan hasil tangkapan. Hal ini dilakukan karena tidak semua pembeli datang langsung kesana, biasanya mereka sudah menjadi langganan yang setiap heri memesan dan minta dikirim ke tempat mereka, yang pasti harganya berbeda dengan harga di pasaran. Pertama karena mereka memesan dalam jumlah yang banyak dan kedua karena mereka menjadi pembeli tetap disana. Biasanya para pemesan berasal dari depot-depot rumah makan yang berada di sekitar Kabupaten lamongan.
Untuk ikan yang kecil, para nelayan menjual kepada ibu-ibu rumah tangga yang juga membeli ikan-ikan segar di TPI dengan harga yang lebih murah dan lebih segar tentunya. Selain itu, para nelayan yang menagnkap udang rebon juga ada yang mengolah menjadi terasi yang digunakan sebagai bumbu sambal. Ada juga ikan - ikan yang di ekspor ke Manca Negara seperti ikan layur yang diekspor ke Jepang.
Dalam penjualan ikan - ikan di TPI ada hal yang unik yaitu dengan cara di lelang . Siapa yang bisa membeli dengan harga yang paling mahal dialah yang pantas untuk mendapatkan ikan tersebut.
Penasaran..?
silahkan mampir kesana, anda pasti akan tergiur melihat langsung ikan-ikan segar yang baru diturunkan dari kapal-kapal nelayan. Untuk masuk tidak dikenakan biaya, mungkin cuma ongkos parkir juka anda menggunakan kendaan pribadi.

Selasa, 13 Oktober 2009

Tempat bersejarah

Daerah kecamatan Mantup memiliki beberapa tempat bersejarah dan menarik untuk di kunjungi. Daerah yang dahulu merupakan tempat berkumpul (basis)nya para pejuang pada
masa penjajahan belanda. Pada masa penjajahan Kolonial Belanda, daerah Mantup diperebutkan oleh Belanda. Untuk mempertahankan daerah Mantup maka dibentuklah sebuah gerakan atau pasukan berkuda yang dipimpin oleh P. Jarot. Pasukan tersebut menunggang kuda putih yang disebut dengan " Pasukan Kuda Putih Mayangkara" (saat ini dijadikan sebuah monumen).
Pada saat itu, desa Mantup belum bernama Mantup seperti sekarang ini. Ceritanya, kata Mantup berasal dari kalimat " Amantubbillahi" artinya Percaya Kepada Allah. Itulah Semboyan yang selalu diucapkan oleh pasukan Kuda Mayangkara, mereka semua percaya akan pertolongan Allah, mereka semua percaya akan adanya Allah, mereka yakin bahwa Allah itu maha kuasa, berkat kegigihan dan semangat mereka, mereka berhasil mengusir pasukan Belanda dari wilayah tersebut, makadari itu daerah yang dipertahankan disebut dengan "Desa Mantup".
Namun dilain cerita, dahulu Sunan Giri mengutus muridnya yang bernama Mbah Yai Sido Margi. Untuk menyebarkan agama islam disekitar lokasi yang sekarang bernama Mantup, beliau memperjuangkan agama islam dengan kegigihan dan kesabaran. Beliau yakin akan pertolongan Allah, akan kekuasaan Allah, dan akan adanya Allah, itulah sebuah keyakinan yang selau dipegang dan tentunya tidak lupa untuk mengajarkan hal ini kepada masyarakat. Beliau menuturkan " Amantubbillahi".
Setelah perjuangan yang cukup lama, Mbah Yai Sido Margi wafat dan dimakamkan di sebuah bukit belakang gedung Mayangkara, dan desa itu disebut dengan desa Mantup.
Jika kita hubungkan kedua cerita tersebut, mungkin berkat ajaran Mbah Yai Sido Margi itulah pasukan Kuda Putih Mayangkara mengerti akan kalimat Amantubbillahi, sehingga dapat memompa semangat pasukan tersebut.
Selain itu letak geografis kecamatan Mantup yang masih dalam area pegunungan, banyak menyuguhkan panorama alam yang sangat menghibur. selain terdapat makam Mbah Yai Sidomargi, masih ada sebuah tempat yang berada sebelah makam, disana merupakan tempat pengambilan batu cadas orang jawa menyebutnya p'edel, menurut cerita tempat itu sudah sangat lama menjadi lahan pegunungan yang di ambili batunya oleh pekerja sebagai bahan untuk pembangunan rumah. pengambilan batu terus menerus di lakukan sampai sekarang, hal ini menjadikan gunung yang dahulunya tinggi sekarang terbelah menjadi jurang yang sangat dalam. Dan menyuguhkan panorama yang indah. Seperti halnya tempat2 wisata alam yang lain, disini sering digunakan sebagai lokasi perkemahan dari sekolah-sekolah di sekitar kecamatan mantup, mungkin karena dirasa lokasinya yang strategis dan menyguhkan tantangan tersendiri untuk mendaki pegunungannya.
Lokasinya yang merupakan daerah pegunungan memberikan cadangan air yang melimpah untuk warga sekitarnya. Banyak sekali sumber mata air yang tidak pernah berhenti mengalirkan air. hal ini oleh pemerintah kecamatan Mantup di manfaatkan menjadi tempat wisata pemandian air sumber yaitu Sendang Bulus, dan Tretes. sendang berarti kolam besar dan bulus adalah kura-kura. karena sendang tersebut sudah sangat lama dan dahulu di huni oleh bulus maka orang2 menyebutnya demikian. sedangkan Tretes, dikarenakan air disana terus menerus menetes akhirnya orang2 sekitarnya menyebutnya pemandian Tretes. Di kedua pemandian air sumber tersebut anda tidak perlu kuatir atau malu dilihat orang banyak saat mandi, karena tempat pemandiannya di bagi menjadi dua bagian, yaitu tempat untuk laki-laki dan perempuan. Meskti tempatnya bersebelahan tetapi ada dinding pembatas yang cukup tinggi untuk membatasi antara tempat pemandian laki-laki dan perempuan.
Jadi kalau anda melintas atau pergi ke daerah Mantup jangan lupa untuk mampir ke gedung mayangkara, dan melihat lokasi-lokasi lain disekitarnya. Pasti tidak kalah dengan tempat wisata lainnya.



Potensi Mayangkara Yang Masih Tersimpan


Mayangkara merupakan nama sebuah monumen yang terletak didesa Mantup yang dikelilingi oleh bukit-bukit dan tambang bebatuan yang sekarang dimanfaatkan oleh para warga untuk mencari nafkah. Jenis bebatuan yang terdapat ditambang tersebut merupakan jenis batu yang berwarna kekuning-kuningan yang biasanya disebut oleh warga sekitar yaitu"PEDEL" yang biasanya dimanfaatkan sebagai salah satu bahan pembuatan jalan & untuk meratakan tanah yang akan dibangun sebuah rumah (pembangunan rumah).
Kegiatan setiap hari yang dilakukan para warga adalah mengambil atau menggali bebatuan dan dipotong sesuai dengan ukuran pembeli yang menginginkan. Biasanya para warga hanya menggali bebatuan apabila ada pesanan saja dari warga lain. Namun tidak jarang banyak warga lain yang mencoba mencari keberuntungan dengan mengangkut batu-batu pedel yang digali warga untuk dikirim ke pembeli.
Untuk menempuh kelokasi tersebut harus melalui jalanan yang terjal dan tergolong berbahaya, karena disekitar jalanan tersebut merupakan jurang yang sangat dalam. Jadi para pengemudi mobil yang mengangkut batu pedel harus berhati-hati dan tetap waspada. Walaupun jalanan terjal dan bebahaya, hal itu tidak mensurutkan minat warga untuk mendapatkan uang dari hasil penjualan batu pedel.
Dalam satu hari, biasanya setiap warga dan dibantu dengan kelompoknya masing-masing dapat mengumpulkan sekitar 3-5 muatan truk dalam satu hari dan 1 muatan truk dijual dengan harga Rp. 220.000 s/d Rp. 250.000. Wow lumayan kan hasilnya!!!!!!!
Apabila penjualan batu tersebut lancar, dalam 1 minggu bisa menjual sampai 3-5 kali, dan itu berarti dalam satu bulan menghasilkan uang sebanyak 220.000*3= 660.000 dalam 1 minggu, apabila dalam 1 bulan, berarti Rp. 660.000*4=2.640.000 . Busheeeeet banyak juga ya ternyata hasilnya. Tapi semua itu sebanding dengan kerja keras mereka semua dan resiko yang mereka harus hadapi.
Untuk saat ini, perhatian pemerintah setempat masih sangat kurang. Padahal penghasilan yang didapatkan cukup lumayan besar. Misal, jalan menuju lokasi sangatlah terjal dan berbahaya. Seharusnya, jalan tersebut harus diperbaiki agar para pekerja dapat melakukan aktifitasnya dengan lancar dan harus membuat peraturan bahwa setiap warga yang menggali batu dalam satu minggu diperbolehkan untuk menggali cukup 3kali saja dan disekitar daerah tersebut harus ditanami pepohonan agar keseimbangan alam tetap terjaga.



Senin, 12 Oktober 2009

Sunan Drajad

1. Sunan Drajat Berdakwah dengan Tembang dan Gamelan



DI ANTARA para wali, mungkin Sunan Drajat yang punya nama paling banyak. Semasa muda ia dikenal sebagai Raden Qasim, Qosim, atau Kasim. Masih banyak nama lain yang disandangnya di berbagai naskah kuno. Misalnya Sunan Mahmud, Sunan Mayang Madu, Sunan Muryapada, Raden Imam, Maulana Hasyim, Syekh Masakeh, Pangeran Syarifuddin, Pangeran Kadrajat, dan Masaikh Munat.
Dia adalah putra Sunan Ampel dari perkawinan dengan Nyi Ageng Manila, alias Dewi Condrowati. Empat putra Sunan Ampel lainnya adalah Sunan Bonang, Siti Muntosiyah, yang dinikahi Sunan Giri, Nyi Ageng Maloka, yang diperistri Raden Patah, dan seorang putri yang disunting Sunan Kalijaga. Akan halnya Sunan Drajat sendiri, tak banyak naskah yang mengungkapkan jejaknya.
Ada diceritakan, Raden Qasim menghabiskan masa kanak dan remajanya di kampung halamannya di Ampeldenta, Surabaya. Setelah dewasa, ia diperintahkan ayahnya, Sunan Ampel, untuk berdakwah di pesisir barat Gresik. Perjalanan ke Gresik ini merangkumkan sebuah cerita, yang kelak berkembang menjadi legenda.
Syahdan, berlayarlah Raden Qasim dari Surabaya, dengan menumpang biduk nelayan. Di tengah perjalanan, perahunya terseret badai, dan pecah dihantam ombak di daerah Lamongan, sebelah barat Gresik. Raden Qasim selamat dengan berpegangan pada dayung perahu. Kemudian, ia ditolong ikan cucut dan ikan talang --ada juga yang menyebut ikan cakalang.
Dengan menunggang kedua ikan itu, Raden Qasim berhasil mendarat di sebuah tempat yang kemudian dikenal sebagai Kampung Jelak, Banjarwati. Menurut tarikh, peristiwa ini terjadi pada sekitar 1485 Masehi. Di sana, Raden Qasim disambut baik oleh tetua kampung bernama Mbah Mayang Madu dan Mbah Banjar.
Konon, kedua tokoh itu sudah diislamkan oleh pendakwah asal Surabaya, yang juga terdampar di sana beberapa tahun sebelumnya. Raden Qasim kemudian menetap di Jelak, dan menikah dengan Kemuning, putri Mbah Mayang Madu. Di Jelak, Raden Qasim mendirikan sebuah surau, dan akhirnya menjadi pesantren tempat mengaji ratusan penduduk.
Jelak, yang semula cuma dusun kecil dan terpencil, lambat laun berkembang menjadi kampung besar yang ramai. Namanya berubah menjadi Banjaranyar. Selang tiga tahun, Raden Qasim pindah ke selatan, sekitar satu kilometer dari Jelak, ke tempat yang lebih tinggi dan terbebas dari banjir pada musim hujan. Tempat itu dinamai Desa Drajat.
Namun, Raden Qasim, yang mulai dipanggil Sunan Drajat oleh para pengikutnya, masih menganggap tempat itu belum strategis sebagai pusat dakwah Islam. Sunan lantas diberi izin oleh Sultan Demak, penguasa Lamongan kala itu, untuk membuka lahan baru di daerah perbukitan di selatan. Lahan berupa hutan belantara itu dikenal penduduk sebagai daerah angker.
Menurut sahibul kisah, banyak makhluk halus yang marah akibat pembukaan lahan itu. Mereka menteror penduduk pada malam hari, dan menyebarkan penyakit. Namun, berkat kesaktiannya, Sunan Drajat mampu mengatasi.Setelah pembukaan lahan rampung, Sunan Drajat bersama para pengikutnya membangun permukiman baru, seluas sekitar sembilan hektare.
Atas petunjuk Sunan Giri, lewat mimpi, Sunan Drajat menempati sisi perbukitan selatan, yang kini menjadi kompleks pemakaman, dan dinamai Ndalem Duwur. Sunan mendirikan masjid agak jauh di barat tempat tinggalnya. Masjid itulah yang menjadi tempat berdakwah menyampaikan ajaran Islam kepada penduduk.
Sunan menghabiskan sisa hidupnya di Ndalem Duwur, hingga wafat pada 1522.Di tempat itu kini dibangun sebuah museum tempat menyimpan barang-barang peninggalan Sunan Drajat --termasuk dayung perahu yang dulu pernah menyelamatkannya. Sedangkan lahan bekas tempat tinggal Sunan kini dibiarkan kosong, dan dikeramatkan.
Sunan Drajat terkenal akan kearifan dan kedermawanannya. Ia menurunkan kepada para pengikutnya kaidah tak saling menyakiti, baik melalui perkataan maupun perbuatan. ''Bapang den simpangi, ana catur mungkur,'' demikian petuahnya. Maksudnya: "jangan mendengarkan pembicaraan yang menjelek-jelekkan orang lain, apalagi melakukan perbuatan itu."
Sunan memperkenalkan Islam melalui konsep dakwah bil-hikmah, dengan cara-cara bijak, tanpa memaksa. Dalam menyampaikan ajarannya, Sunan menempuh lima cara. Pertama, lewat pengajian secara langsung di masjid atau langgar. Kedua, melalui penyelenggaraan pendidikan di pesantren. Selanjutnya, ketiga, memberi fatwa atau petuah dalam menyelesaikan suatu masalah.
Cara keempat, melalui kesenian tradisional. Sunan Drajat kerap berdakwah lewat tembang pangkur dengan iringan gending. Terakhir, ia juga menyampaikan ajaran agama melalui ritual adat tradisional, sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Empat pokok ajaran Sunan Drajat adalah:
Paring teken marang kang kalunyon lan wuta;
paring pangan marang kang kaliren;
paring sandang marang kang kawudan;
paring payung kang kodanan.

Artinya:
berikan tongkat kepada orang buta;
berikan makan kepada yang kelaparan;
berikan pakaian kepada yang telanjang;
dan berikan payung kepada yang kehujanan.

Sunan Drajat sangat memperhatikan masyarakatnya. Ia kerap berjalan mengitari perkampungan pada malam hari. Penduduk merasa aman dan terlindungi dari gangguan makhluk halus yang, konon, merajalela selama dan setelah pembukaan hutan. Usai salat asar, Sunan juga berkeliling kampung sambil berzikir, mengingatkan penduduk untuk melaksanakan salat magrib.
''Berhentilah bekerja, jangan lupa salat,'' katanya dengan nada membujuk.Ia selalu menelateni warga yang sakit, dengan mengobatinya menggunakan ramuan tradisional, dan doa. Sebagaimana para wali yang lain, Sunan Drajat terkenal dengan kesaktiannya. Sumur Lengsanga (leng sanga artinya lubang sembilan --webmaster) di kawasan Sumenggah, misalnya, diciptakan Sunan ketika ia merasa kelelahan dalam suatu perjalanan.
Ketika itu, Sunan meminta pengikutnya mencabut wilus, sejenis umbi hutan. Ketika Sunan kehausan, ia berdoa. Maka, dari sembilan lubang bekas umbi itu memancar air bening --yang kemudian menjadi sumur abadi. Dalam beberapa naskah, Sunan Drajat disebut-sebut menikahi tiga perempuan. Setelah menikah dengan Kemuning, ketika menetap di Desa Drajat, Sunan mengawini Retnayu Condrosekar, putri Adipati Kediri, Raden Suryadilaga.
Peristiwa itu diperkirakan terjadi pada 1465 Masehi. Menurut Babad Tjerbon, istri pertama Sunan Drajat adalah Dewi Sufiyah, putri Sunan Gunung Jati. Alkisah, sebelum sampai di Lamongan, Raden Qasim sempat dikirim ayahnya berguru mengaji kepada Sunan Gunung Jati. Padahal, Syarif Hidayatullah itu bekas murid Sunan Ampel.
Di kalangan ulama di Pulau Jawa, bahkan hingga kini, memang ada tradisi ''saling memuridkan''. Dalam Babad Tjerbon diceritakan, setelah menikahi Dewi Sufiyah, Raden Qasim tinggal di Kadrajat. Ia pun biasa dipanggil dengan sebutan Pangeran Kadrajat, atau Pangeran Drajat. Ada juga yang menyebutnya Syekh Syarifuddin.
Bekas padepokan Pangeran Drajat kini menjadi kompleks perkuburan, lengkap dengan cungkup makam petilasan, terletak di Kelurahan Drajat, Kecamatan Kesambi. Di sana dibangun sebuah masjid besar yang diberi nama Masjid Nur Drajat. Naskah Badu Wanar dan Naskah Drajat mengisahkan bahwa dari pernikahannya dengan Dewi Sufiyah, Sunan Drajat dikaruniai tiga putra.
Anak tertua bernama Pangeran Rekyana, atau Pangeran Tranggana. Kedua Pangeran Sandi, dan anak ketiga Dewi Wuryan. Ada pula kisah yang menyebutkan bahwa Sunan Drajat pernah menikah dengan Nyai Manten di Cirebon, dan dikaruniai empat putra. Namun, kisah ini agak kabur, tanpa meninggalkan jejak yang meyakinkan.
Tak jelas, apakah Sunan Drajat datang di Jelak setelah berkeluarga atau belum. Namun, kitab Wali Sanga babadipun Para Wali mencatat: ''Duk samana anglaksanani, mangkat sakulawarga ...'' Sewaktu diperintah Sunan Ampel, Raden Qasim konon berangkat ke Gresik sekeluarga. Jika benar, di mana keluarganya ketika perahu nelayan itu pecah? Para ahli sejarah masih mengais-ngais naskah kuno untuk menjawabnya.




2.Makam Syehk Asmorokondi

 

Dalam penyebaran agama islam, ada beberapa wali yang singgah di daerah Lamongan Salah satunya adalah Sehk Asmorokondi.
Ketoka Syehk Asmorokondi wafat, beliau dimakamkan di Paciran, tidak jauh dari WBL. Mau tahu siapa beliau . . . . .

Syekh Asmorokondi merupakan ayah dari Sunan Giri. Beliau merupakan salah satu wali yang menyebarkan agama islam di daerah Paciran.
Makam Syekh Asmorokondi tidak pernah sepi peziarah. Mereka semua datang berbondong-bondong untuk mengujungi dan mendo'akan Syekh Asmorokondi.
Di sekitar makam Syekh Asmorokondi, terdapat pedagang - pedagang yang menjual berbagai macam makanan dan acesoris. Diantaranya adalah ikan asin, tasbih, dan pernak - pernik yang terbuat dari kerang.
Mayoritas penduduk di sekitar lokasi Makam Asmorokondi adalh sebagai nelayan atau sebagai pedagang di Makam Asmorokondi. Terkadang jika laut sedang pasang, mereka menggantungkan hidupnya dengan berjualan dilokasi pemakaman.
Dilokasi Makam Asmorokondi kita akan disuguhi dengan panorama pantai laut selatan yang begitu mempesona, karena untuk menuju kelokasi Makam Asmorokondi,parawisatawan dapat melihat laut sepanjang perjalanan.





3. Makam Sunan Drajat



Sunan Drajat adalah salah satu dari wali songo.Nama asli beliau adalah Raden Fatah.Tentunya kita sebagai umat islam sudah tahu peranan mereka semua dalam syiar agama islam. Mau tau cerita selanjutnya ???
Yukkkk.........
Sunan Drajat merupakan salah satu Wali Songo yang menyebarkan syiar agama islam di Jawa. Dalam menyabarkan agama islam, Sunan Drajat beliau menggunakan media gamelan Singo Mengkok. Beliau terkenal dengan sifat beliau yang sabar, cerdas, dan bijaksana.
Ketika Sunan Drajat wafat, beliau dimakamkan di Paciran. Lokasinya tidak jauh dari wisata WBL.Makam Sunan Drajat tidak pernah sepi untuk dikunjungi para peziarah yang tidak dari dalam kota saja, melainkan dari luar kota. Para peziarah mendo'akan Sunan Drajat dengan khusyuk sekali. Mereka merasa berhutang budi atas perjuangan Sunan Drajat dalam syiar agama islam.
Sudah lama, makam Sunan Drajat dijadikan sebagai objek wisata rohani. Disana dijual berbagai acesoris islami seperti tasbih, sajadah, kopyah, gelang, makanan khas Lamongan, dan masih banyak lagi. Kalau mau tahu selengkapnya, datang sendiri ke Makam Sunan Drajat di Paciran.



Wisata Bahari

Wisata Bahari Lamongan (WBL)

Tanjung Kodok kini telah berubah wajah. Tempat yang dulunya boleh dibilang sepi dikunjungi wisatawan, sekarang telah berubah menjadi salah satu objek wisata andalan Jawa Timur. Sebuah kawasan wisata tahap awal seluas 17 hektar telah dibangun guna memenuhi kebutuhan sarana hiburan bagi keluarga Jawa Timur maupun dari seluruh wilayah Indonesia. Kawasan wisata itu dikenal dengan nama Wisata Bahari Lamongan atau Jatim (Jawa Timur) Park II, yang merupakan "saudara kandung" dari Jatim Park I yang berlokasi di kota administratif Batu - Malang. Kawasan wisata ini sepintas memiliki konsep tak jauh beda dengan Pantai Ancol - Jakarta. Berbagai sarana hiburan atau permainan tersedia dan bertebaran dilokasi ini. Aneka wisata yang tersedia diantaranya adalah: Banana Boat, Jetski, Permainan Air, Sarang Bajak Laut, Playground, Circuit Go Kart, Bumpers Boat,

Planet Kaca, Space Shuttle, Rumah Sakit Hantu, Goa Insectarium, Rumah Kucing, Galeri Kapal & Keong. Sebuah kolam renang yang cukup luas lengkap dengan permainan air tersedia juga disini siap menghibur pengunjung untuk berenang maupun sekedar bermain air. Pasir pantai yang berbutir halus dan berwarna putih kecoklatan juga bisa digunakan untuk berbagai permainan maupun olahraga pantai. Hal yang sangat beda dibandingkan Pantai Ancol - Jakarta adalah warna lautnya yang lebih biru, sungguh enak dipandang dan dinikmati.dari tepian pantai.

Tiket masuk dibagi dalam dua harga yakni 25.000 dan 40.000 untuk tiap pengunjung. Harga tersebut merupakan tiket terusan untuk menikmati berbagai fasilitas yang ada, tanpa perlu membayar lagi.

Bedanya, tiket dengan harga 40.000 telah mencakup semua fasilitas sedangkan yang 25.000 hanya mencakup beberapa objek saja. Dibagian luar, berbagai tempat belanja khas Jawa Timur dalam bentuk souvenir shop juga telah disediakan, termasuk juga pasar ikan, buah dan sayur serta pasar hidangan yang dibuka mulai pukul 09:00 pagi hingga pukul 21:00. Area parkir mobil yang ada cukup luas, siap menampung berbagai jenis kendaraan yang hendak datang berkunjung.

Pembangunan hotel berbintang tiga dengan kapasitas 50-60 kamar tengah disiapkan dan hampir selesai dibangun. Disamping itu, sebuah hotel dengan kapasitas 500 pengunjung disiapkan pula sebagai barak penginapan dimana pengunjung bisa menginap lima sampai 15 orang sekaligus dalam satu kamar. Rata-rata pengunjung berasal dari daerah-daerah yang ada di Jawa Timur seperti Tulungagung, Nganjuk, Kediri dan Blitar. Pengunjung yang datang semakin berkembang dengan trend terakhir kunjungan wisatawan domestik berasal dari Jawa Tengah dan Yogyakartasemakin meningkat. Saat libur lebaran 2005, tak sedikit kendaraan dengan plat nomor kendaaran mobil daerah Jawa Barat, (Jakarta, Bandung, Bogor) ikut memenuhi area parkir kawasan ini. Suatu hal yang membuktikan bahwa kawasan wisata ini telah semakin dikenal oleh pengunjung dari berbagai tempat di Indonesia.

Kurang lebih 200 meter dari objek Wisata Bahari Lamongan, terdapat pula objek gua alam yang cukup terkenal di Indonesia, yakni Gua Maharani. Rencananya objek wisata ini kelak akan disatukan dan menjadi bagian dari satu paket wisata bahari. Sebuah jaringan kereta gantung kelak akan menjadi sarana penghubung antar keduanya. Tentunya hal ini akan semakin menambah daya tarik dan keuntungan sendiri bagi pemerintah daerah setempat baik berupa pemasukan dalam bentuk uang, maupun lapangan kerja. Mengingat dari 380 pekerja yang ada 60 persen diantaranya adalah pemuda Lamongan lulusan SLTA dan perguruan tinggi.

Tanjung Kodok memang telah berubah, lokasi yang dulunya terkenal sebagai salah satu tempat melihat kemunculan bulan baru (hilal) sebagai penanda awal bulan Syawal - Lebaran Idul Fitri, kini telah bertambah lagi menjadi suatu kawasan yang memiliki berbagai fasilitas wisata. Sebuah tulisan dekat pintu masuk terpampang jelas berisi "Setiap tahun, kami menambah tiga fasilitas wisata baru", nampaknya semakin menunjukkan bahwa objek wisata ini akan terus berkembang. Dan itu berarti karang batu yang meyerupai kodok (dasar penamaan lokasi ini - Tanjung Kodok), tidak lagi sendirian duduk ditepi pantai menghadap lautan lepas, karena tepat dibelakangnya, telah berdiri objek wisata terkemuka di Jawa Timur, Wisata Bahari Lamongan.



Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

Lamongan merupakan daerah yang berada pada jalur pantai utara, sehingga  memiliki potensi sumber daya alam berupa hasil laut yang melimpah. Pembudidayaan ikan disini sudah menjadi kegiatan utama warga. Untuk membudidayakan hasil laut tersebut, Pemerintah Kabupaten Lamongan mendirikan sebuah tempat yang dijadikan berlabuh para nelayan. Tempat itu bernama TPI ( Tempat Pelelangan Ikan).
Mayoritas penduduk di Paciran adalah sebagai nelayan, setiap hari mereka pergi kelaut untuk mencari ikan. Kebanyakan mereka adalah nelayan kecil yang setiap hari langsung berlabuh.  kehidupan mereka sangat bergantung akan hasil laut. Untuk menjual ikan-ikan tersebut, para nelayan menjualnya di lokasi yang telah disediakan oleh Pemerintah Kabupaten  tersebut. Dilokasi tersebut banyak sekali ikan - ikan segar hasil para nelayan yang dijual. Jenisnya un sangatlah beragam. Ada ikan layur, kerang, kepiting, rajungan, tongkol, ikan kakap, dan masih banyak lagi.
Di Tempat pelelangan ikan (TPI) tidak hanya sebagai tempat berlabuh para nelayan dan tempat menjual hasil tangkapan mereka. Disana banyak kegiatan lain yang biasanya di lakukan oleh ibu-ibu atau para istri nelayan yang tidak ikut melaut. Diantar kegiatan yang biasa di lakukan oleh ibu-ibu itu yakni memilih atau menyortir ikan hasil tangkapan. Hal ini dilakukan karena tidak semua pembeli datang langsung kesana, biasanya mereka sudah menjadi langganan yang setiap heri memesan dan minta dikirim ke tempat mereka, yang pasti harganya berbeda dengan harga di pasaran. Pertama karena mereka memesan dalam jumlah yang banyak dan kedua karena mereka menjadi pembeli tetap disana. Biasanya para pemesan berasal dari depot-depot rumah makan yang berada di sekitar Kabupaten lamongan.
Untuk ikan yang kecil, para nelayan menjual kepada ibu-ibu rumah tangga yang juga membeli ikan-ikan segar di TPI dengan harga yang lebih murah dan lebih segar tentunya. Selain itu, para nelayan yang menagnkap udang rebon juga ada yang mengolah menjadi terasi yang digunakan sebagai bumbu sambal. Ada juga ikan - ikan yang di ekspor ke Manca Negara seperti ikan layur yang diekspor ke Jepang.
Dalam penjualan ikan - ikan di TPI ada hal yang unik yaitu dengan cara di lelang . Siapa yang bisa membeli dengan harga yang paling mahal dialah yang pantas untuk mendapatkan ikan tersebut.
Penasaran..?
silahkan mampir kesana, anda pasti akan tergiur melihat langsung ikan-ikan segar yang baru diturunkan dari kapal-kapal nelayan. Untuk masuk tidak dikenakan biaya, mungkin cuma ongkos parkir juka anda menggunakan kendaan pribadi.